Kamis, 13 November 2014

Layanan Telematika

Layanan Telematika

            Dalam Telematika, ada beberapa layananan yang dapat digunakan. Yang termasuk dalam layanan tersebut adalah layanan dial up untuk browsing internet maupun semua jenis atau macam jaringan yang didasarkan pada sistem telekomunikasi untuk mentransfer ataupun mengirimkan data melalui layanan Internet. Internet sendiri merupakan salah satu layanan yang merupakan contoh dari telematika.

Beberapa Jenis Layanan telematika:

·         Layanan Informasi

·         Layanan Kesehatan

·         Layanan keamanan

·         Layanan Context-Aware dan Event-base

·         Layanan Perbaikan sumber

 

Layanan Informasi

Layanan Informasi adalah layanan yang ditujukan kepada masyarakat, yag bertujuan untuk :

·         Meningkatkan kesejahteraan rakyat

·         Pemberantasan kemiskinan dan kesenjangan

·         Meningkatkan Kualitas hidup masyarakat

 

Sarana

·         e-learning

·         commerce

·         Network cultural

·         Network TV

Contoh

Untuk memudahkan pelanggan jasa ekspedisi JNE  mengecek paket kiriman yang dikirimnya, dapat mengecek di situs ww.jne.co.id.

Layanan Kesehatan

Layanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan perawatan kesehatan bagi masyarakat

Sarana yang digunakan :

·         Forum kesehatan online

·         Sistem pakar kesehatan online

·         Medical Treatment Web

 

Contoh :

            TeleSCAN merupakan layanan internet untuk riset penyakit kanker, perawatan dan pendidikan di Eropa yang menyediakan interface yang berbasis web untuk menyediakan layanan serta sumberdaya yang berhubungan dengan kanker.

 

Layanan Keamanan

Digunakan masyarakat untuk ikut serta dalam peningkatan keamanan

Sarana yang digunakan :

·         Forum online di web

·         Security learning and web

·         Traffic service online

Contoh

·         Cyber law

·         Layanan Context-Aware dan Event-base

            Kemampuan layanan network untuk mengetahui berbagai konteks, yaitu kumpulan parameter yang relevan dari pengguna (user) dan penggunaan network itu, serta memberikan layanan yang sesuai dengan parameter-parameter itu.

 

Tiga hal yang menjadi perhatian sistem context-aware menurut Albrecht Schmidt, yaitu:

1.    The acquisition of context (Perolehan Konteks) : Hal ini berkaitan dengan pemilihan konteks dan bagaimana cara memperoleh konteks yang diinginkan, sebagai contoh : pemilihan konteks lokasi, dengan penggunaan suatu sensor lokasi tertentu (misalnya: GPS) untuk melihat situasi atau posisi suatu lokasi tersebut.

2.    The abstraction and understanding of context (Abstraksi dan pemahaman konteks) : Pemahaman terhadap bagaimana cara konteks yang dipilih berhubungan dengan kondisi nyata, bagaimana informasi yang dimiliki suatu konteks dapat membantu meningkatkan kinerja aplikasi, dan bagaimana tanggapan sistem dan cara kerja terhadap inputan dalam suatu konteks.

3.    Application behaviour based on the recognized context (Tingkah laku aplikasi) : Bagaimana pengguna dapat memahami sistem dan tingkah lakunya yang sesuai dengan konteks yang dimilikinya serta bagaimana caranya memberikan kontrol penuh kepada pengguna terhadap sistem

 

Layanan Perbaikan sumber

·         Telematika untuk mempersatukan bangsa dan memberdayakan masyarakat

·         Telematika dalam masyarakat untuk masyarakat

·         Infrastruktur Informasi Nasional

·         Sektor swasta dan iklim usaha

·         Peningkatan kapasitas dan teknologi

·         Government online

·         Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI)

 

Sumber :

v  http://www.scribd.com/doc/42656917/PENGANTAR-TELEMATIKA-Layanan-Telematika-4KA04-Presentasi

v  http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/layanan-telematika-8/

Senin, 20 Oktober 2014

TELEMATIKA

TELEMATIKA

            Kata telematika berasal dari istilah dalam bahasa Perancis telematique, yang atinya adalah sebuah gabungan sistem jaringan komunakisa dan teknologi informasi (Telecomunication and Informatics) sebagai wujud dari perpaduan konsep computing and communication . Istilah telematika juga dikenal sebagai (The New Hybrid Technology) yang lahir karena perkembangan teknologi digital. Istilah telematikan juga merujuk pada hakekat cyberspace, yaitu sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika. Istilah

            Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah konvergensi. Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan komunikasi pada saat itu. Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi telekomunikasi, media dan informatika yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital.

            Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana multimedia. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), Telematika, Multimedia, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.

                        Contoh alat telematika yang digunakan dalam sehari-hari adalah Walkie-Talkie atau yang juga dikenal dengan Handy-Talkie. Walkie talkie adalah sebuah alat komunikasi genggam yang dapat menghubungkan dua orang atau lebih dengan pancaran gelombang radio. Walkie Talkie dikenal dengan sebutan Two Way Radio atau radio dua arah dalam istilah formal komunikasi bersystem Half Duflex yang dapat melakukan pembicaraan dua arah, berbicara dan mendengar lawan bicara secara bergantian. Radius jangkuan bicara Walkie talkie 0,5 sampai dengan 2,5 Km tanpa menggunakan pulsa seperti telepon pada umumnya.

            Walkie Talkie dibuat pada tahun 1937 oleh seorang penemu asal Kanada yang bernama, Donald Lewes Hings , P.Eng, M.B.E., C.M. pertamakali ditemukan, walkie talkie belum dinamakan walkie talkie, benda tersebut adalah” waterproof  2 ways radio” dan diproduksi untuk Dominico pada tahun 1938. Setelah itu” waterproof  2 way radio” yang dapat juga disebut dengan Light Aircraft Emergency Set memiliki berat 12 pounds, besarnya 6” x 7” x 13” dengan antena yang melipat kebawah, serta baterai didalamnya..

            Penggunaan nama Walkie Talkie pertamakali terdengar pada tahun 1941, saat itu Hings mengatakan pada media bahwa walkie talkie berasal dari seorang prajurit yang berjalan menggunakan C 18 dengan seragamnya, dan seorang reporter berita bertanya kepadanya apa yang prajurit itu lakukan. Prajurit tersebut membalas dengan mengatakan bahwa "kau dapat berbicara (talk) dengan ini disaat kau sedang berjalan menggenggam ini (C 18)"

            Inovasi mengenai Walkie talkie juga datang pada seorang penemu yang lahir di Kanada dan dibesarkan di Amerika, Al Gross. Operator Ham Radio (Call sign W8PAL) walkie talkie adalah penemuan pertamanya yang menggunakan hand-held radio FM kecil dengan alat komunikasi dua arah yang ia kembangkan pada tahun 1938 disaat ia duduk di bangku SMA di Cleveland.

            Gross direkrut oleh OSS (Office of Strategic Service) yang sekarang dapat kita sebut dengan CIA, untuk mengembangkan dua arah sistem udara ke darat untuk digunakan untuk berkomunikasi dengan intelegen diluar garis yang diketahui oleh musuh. Pada tahun 1941, Gross mengembangkan sebuah model walkie talkie yang dapat berkerja dengan baik yang hanya memiliki berat 4 pounds dengan antena yang simple. Baterainya yang dapat dioperasikan pada unit 260 MHz, frekuensi yang tidak mudah diserang pada wilayah kawasan musuh.

Pengguna Walkie talkie pada umumnya adalah :

·         Kepolisian

Digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota dilapangan atau dengan markas.

·         Pemadam Kebakaran

Digunakan untuk berkoordinasi antar personel pemadam kebakaran pada saat bertugas.

·         Petugas keamanan /Security

Biasanya digunakan untuk memonitor keadaan sekitar

 

Sumber :

·         http://tulisansijoe.blogspot.com/2011/02/walkie-talkie-sejarah-dan-kegunaan.html

·         http://virtuallight2.blogspot.com/2012/11/pengertian-telematika.html

·         http://id.wikipedia.org/wiki/Walkie_talkie

Sabtu, 04 Oktober 2014

CYBERLAW

CYBERLAW

 

          Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi . Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Meskipun infrastruktur di bidang teknologi informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Menurut pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti; pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa oleh pemerintah dan swasta.

            Perkembangan teknologi informasi termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.

            Cyberlaw mungkin dapat diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek; seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak Kekayaan Intelektual.

            Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.

Organized Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN tanggal 20 Desember 1997 di Manila. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah :

1. Cyber-terrorism :

National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai electronic attacks through computer networks against critical infrastructure that have potential critical effect on social and economic activities of the nation.

2. Cyber-pornography : 

Penyebaran obscene materials termasuk pornografi, indecent exposure, dan child pornography.

3. Cyber Harrasment :

Pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.

4. Cyber-stalking :

Crimes of stalking melalui penggunaan computer dan internet.

5. Hacking :

Penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.

6. Carding (credit card fund) :

Carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.

Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.

 Ada beberapa ruang lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;

1. Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya.

            Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.

2. Aspek Pembuktian.

            Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital evidence) sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.

3. Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace

            Termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit terpadu, dan lain-lain.

4. Standardisasi di bidang telematika.

            Penetapan standardisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.

5. Aturan-aturan di bidang E-Bussiness

            Termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.

6. Aturan-aturan di bidang E-Government.

            Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.

7. Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.

8. Yurisdiksi hokum.

            Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan.

        Upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka memberikan payung hukum ruang cyber dengan mengesahkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU no 11 th 2008 tentang  ITE) pada tgl 21 April 2008. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni;masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime .

        Di tingkat Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui komisi khususnya, The United Nations Commissions on International Trade Law (UNCITRAL), telah mengeluarkan 2 guidelines yang terkait dengan transaksi elektronik, yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to Enactment 1996 dan UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to Enactment 2001. Sedangkan di Uni Eropa, dalam upaya mengantisipasi masalah-masalah pidana di cyberspace, Uni Eropa mengadakan Convention on Cybercrime yang didalamnya membahas jenis-jenis kejahatan apa saja yang dikategorikan sebagai cyber crime. Di bdiang perdagangan elektronik, Uni Eropa mengeluarkan The General EU Electronic Commerce Directive, Electronic Signature Directive, dan Brussels Convention on Online Transactions. Aturan-aturan serupa juga dikeluarkan lembaga-lembaga internasional seperti WTO, ASEAN, APEC dan OECD .

         Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu  telah meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature committed through computer system.

         Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang cyberlaw.

        Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.

            Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya.

 

CYBERCRIME DAN CYBERLAW

            Cybercrime dapat diartikan sebagai kegiatan illegal dengan perantara computer atau peralatan lainnya teknology yang mendukung sarana teknology seperti handphone,smartphone dan lainnya yang dapat dilakukan melalui jaringan elektronik global, atau suatu upaya memasuki/ menggunakan fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer, dan terdapat difinisi yang lain yaitu sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet.   

            Dengan demikian Cyber Crime merupakan suatu tindak kejahatan didunia alam maya, yang dianggap betentangan atau melawan undang-undang yang berlaku.

Perbedaannya dengan kejahatan konvensional dapat dilihat dari dari kemampuan serbaguna yang ditampilkan akibat perkembangan informasi dan technology komunikasi yang semaken canggih .

Contoh : komunikasi melalui internet membuat pelaku kejahatan lebih mudah beraksi melewati batas Negara untuk melakukan kejahatannya tersebut. Internet juga membuat kejahatan semaken terorganisir dengan kecanggihan technology guna mendukung dan mengembangkan jaringan untuk perdagangan obat, pencucian uang, perdagangan senjata illegal , penyelundupan , dll.

            Konggres PBB ke 10 mengenai pencegahan kejahatan dan penanganan pelaku tindak pidana, yang membahas isu mengenai kejahatan yang berhubungan dengan jaringan computer, membagi cybercrime menjadi 2 kategori :

1. Cybercrime dalam arti sempit ( computer crime ): setiap perilaku ilegal yang ditujukan dengan sengaja pada operasi elektronik yang menargetkan system keamanan computer dan data yang diproses oleh system computer tersebut , atau singkatnya tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan technology yang canggih .

2. Cybercrime dalam arti luas ( computer related crime atau kejahatan yang berkaitan dengan computer ) : setiap perilaku illegal yang dilakukan dengan maksud atau berhubungan dengan system computer atau jaringan , atau singkatnya tindak pidana apa saja yang dilakukan dengan memakai computer ( hardware dan software ) sebagai sarana atau alat, computer sebagai objek baik untuk memperoleh keuntungan atau tidak, dengan merugikan pihak lain.

 

KARAKTERISTIK CYBERCRIME

1. Karena kecanggihan cyberspace , kejahatan dapat dilakukan dengan cepat bahkan dalam hitungan detik .

2. Karena cyberspace tidak terlihat secara fisik, maka interaksi baik individu maupun kelompok terjadi, sehingga pemikiran yang dianggap illegal diluar dunia cyber dapat disebarkan ke masyarakat melalui dunia cyber.

3. Karena dunia cyber yang universal, memberikan kebebasan bagi seseorang mempublikasikan idenya termasuk yang illegal seperti muncul bentuk kejahatan baru, seperti cyberterrorism.

4. Karena cyberspace tidak dalam bentuk fisik, maka konsep hokum yang digunakan menjadi kabur. Misalnya konsep batas wilayah Negara dalam system penegakan hokum suatu Negara menjadi berkurang karena keberadaan dunia cyber dimana setiap orang dapat berinteraksi dari berbagai tempat di dunia.

5. Karena dilakukan di dunia maya atau non fisik, maka tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas ( paperless ), akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringannya tersebut dalam bentuk data atau informasi digital ( log files )

            Keberadaan dunia cyber sekarang menjadi urusan dunia internasional dan bukan hanya menjadi urusan domestic suatu Negara lagi, karena pengaruh yang ditimbulkan dapat menimpa siapa saja , kapan saja dan dimana saja . Misal penyebaran virus  “ I Love You “ pada tahun 2000 yang meluas ke 45 juta system jaringan di dunia dan membuat kerugian sekitar 10 milyard dollar US ( Schmidt, 2006: 123-124 ). Hal tersebut menandakan bahwa cybercrime bersifat global dalam artian akibat yang ditimbulkan tidak terbatas dalam satu wilayah suatu Negara saja.

            Dengan menggunakan technology computer dan komunikasi , dalam hal ini jaringan komputer melalui media internet , cybercrime dapat dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah dengan korbannya . Bahkan korban dan pelaku cybercrime dapat berasal dari negara yang berbeda . Sehinnga cybercrime seringkali bersifat borderless ( tanpa batas wilayah ) bahkan transnasional ( lintas batas Negara ). Disamping itu cybercrime tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas ( paperless ), akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringannya tersebut dalam bentuk data atau informasi digital ( log files ) . Karekteristik karateristik inilah yang membedakan cybercrime dengan jenis kejahatan lainnya yang bersifat konvensional .

 

PERBEDAAN ANTARA CYBERCRIME DENGAN KEJAHATAN KONVENSIONAL

 

Cybercrime

1. Terdapat penggunaan technology informasi

2. Alat bukti digital

3. Pelaksanaan kejahatan : non fisik ( cyberspace )

4. Proses penyidikan melibatkan laboratorium forensic komputer

5. Sebagian proses penyidikan dilakukan : virtual undercover

6. Penanganan komputer sebagai TKP ( crime scene )

7. Dalam proses persidangan, keterangan ahli menggunakan ahli TI .

 

Kejahatan konvensional

 

1. Tidak ada penggunaan TI secara langsung

2. Alat bukti : bukti fisik ( terbatas menurut pasal 184           KUHAP )

3. Pelaku dan korban biasanya berada dalam satu tempat

4. Pelaksanaan penyidikan melibatkan laboratorium komputer

5. Proses penyidikan dilakukan di dunia nyata

6. Tidak ada penanganan komputer sebagai TKP

7. Dalam proses persidangan, keterangan ahli tidak menggunakan ahli TI

 

Kategorisasi cybercrime

1. Kejahatan dengan kekerasan atau secara potensial mengandung kekerasan seperti : cyberterrorism ( teroris internet ), assault by threat ( serangan dengan ancaman ), cyberstalking ( penguntitan di internet ) dan child pornography ( pornografi anak ) .

2. Kejahatan komputer tanpa kekerasan , meliputi : cybertrepass ( memasuki jaringan komputer tanpa adanya otorisasi atau wewenang tapi tidak merusak data di jaringan komputer tersebut ), cybertheftau pencurian dengan komputer atau jaringan ),cyberfraud ( penipuan di internet ),destructive cybercrime ( kegiatan yang mengganggu jaringan pelayanan ) dan other nonviolent cybecrime

 Contoh contoh kategori cybercrime :

 

a. Dengan kekerasan atau potonsial mengandung kekerasan :

 

1.  Terorisme internet ( cyberterrorism ): situs anshar.net , situs yang digunakan oleh  kelompok teroris Noordin.M.Topuntuk menyebar luaskan paham terorisme , yang didalamnya termuat   cara cara melakukan terror, seperti melakukan pengeboman, menentukan lokasi terror , mengenali jenis jenis bahan bahan peledak dan senjata. Selain itu situs ini juga menyebarkan orasi Noordin M.Top serta penayangan adegan pelaku bom bunuh diri .

 

2.  Serangan dengan ancaman ( assault by threat ) : Dilakukan dengan email, dimana pelaku membuat orang takut dengan cara mengancam target atau orang yang dicintai target .

3. Penguntitan di internet ( cyberstalking ) : Pelecehan seksual melalui internet yang menciptakan ketidaknyamanan dapat berkembang menjadi ancaman fisik dan menciptakan trauma mendalam pada diri korban . Ancaman tersebut dapat meningkat menjadi penguntitan di dunia nyata dan perilaku kekerasan .

4.  Pornografi anak ( Child Pornography ) : ini adalah suatu bentuk kejahatan , karena kekerasan seksual terhadap anak-anak dilakukan untuk menghasilkan materi pornografi dan karena orang orang-orang yang tertarik melihat materi-materi ini sering kali tidak cukup membatasi ketertarikan mereka hanya pada gambar-gambar dan khayalan saja ,tetapi juga melakukannya dengan secara nyata , seperti pedofilia .

 

b. Tidak mengandung kekerasan :

1. Cybertrespass, Pelaku gemar mengamati program yang ada di system di komputer orang lain dan website yang dikunjungi orang lain .Walaupun tidak dapat dibuktikan adanya kerusakkan atau kerugian , pelaku ini dapat dikenakan tindak pidana karena telah memasuki suatu system komputer tanpa ijin pemilik .

           

·         Joykomputing, adalah orang yang menggunakan komputer dengan tidak sah  tanpa ijin dan menggunakannya melampaui wewenang yang diberikan .

·         Cyber infringements of privacy . Selain memasuki tanpa ijin, kejahatan ini biasa ditujukan terhadap informasi pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materiil maupun immaterial , seperti nomer kartu kredit ,PIN ATM , cacat atau penyakit tersembunyi, dan sebagainya. Kejahatan seperti ini dalam dunia perbankan dikenal dengan istilah typo site. Pelaku kejahatan membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs asli dan membuat alamat yang mirip dengan situs asli.  Pelaku menunggu kesempatan jika ada korban salah mengetikkan alamat dan tersesat di situs palsu buatannya. Jika hal ini terjadi maka pelaku akan memperoleh informasi user ID dan password korbannya , dan dapat dimanfaatkan untuk merugikan korban .

 

    

2. Cybertheft , beberapa kegiatan yang dikategorikan cybertheft : embezzlement ( penggelapan uang atau property yang dipercayakan orang lain kepada  pelaku melalui komputer, karyawan dapat memanipulasi data melalui komputer ), unlawfulappropriation ( pelaku tidak mendapat kepercayaan terhadap barang berharga tersebut , namun pelaku memperoleh akses dari luar organisasi dan mentransfer dana, serta mengubah dokumen sehingga pelaku berhak atas property yang sebenarnya tidak ia miliki ), corporate/ industrial espionage ( mencuri rahasia dagang ), plagiat ( pencurian hasil kerja orang lain ), pembajakan( piracy) mengcoppy secara tidak sah perangkat lunak seni,film, music atau apapun yang dilindungi dengan hak cipta ), identity theft ( tindakan pelaku menggunakan komputer untuk mendapatkan data pribadi korban agar dapat digunakan untuk melakukan kejahatan ), DNS  cache poisoning ( melakukan pencegatan untuk menyusup memasuki isi DNS cache komputer guna mengubah arah transmisi jaringan ke server pelaku ), data diddling ( pengubahan data sebelum dan atau setelah data dimasukkan/input dan atau dikeluarkan/input ) , electronic piggybackin ( menyembunyikan terminal atau alat penghubung ke dalam system komputer secara diam diam, agar ketika komputer tidak digunakan, melalui terminal tersebut data bisa dipelajari dan ditransfer untuk kemudian dicuri ), teknik salami,( penggelapan uang nasabah dengan tidak terlalu banyak pada bank),  penyalahgunaan kartu kredit dan kartu debet, kebocoran data ( data leakage ) yaitu pembocoran data rahasiayang dilakukan dengan cara menulis data rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu , sehingga data dapat dibawa keluar tanpa diketahui pihak berwenang .

 

3. Cyberfraud ( penipuan di internet )

E-commerce membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan .

 

4. Destructive cybercrimes , semua kegiatan yang menggangu jaringan pelayanan . Data dirusak dan atau dihancurkan , bukan dicuri atau disalahgunakan, seperti : hacking ke dalam jaringan dan menghapus data atau program files, hacking ke dalam web server dan melakukan perusakan pada webpage. Dalam dunia perbankan , tindakan tersebut dinamakan denial of service, dilakukan dengan cara mengirimkan data dalam jumlah yang sangat besar dengan maksud untuk melumpuhkan atau merusak system sasaran . Setelah memasuki system , hacker dapat menyebarkan virus yaitu program yang dapat merusak jaringan komputer . Adapula worm, yaitu program yang dapat berpindah melalui jaringan dari komputer yang satu ke komputer yang lain . Worm dapat menggandakan dirinya dan menyebar melalui suatu jaringan . Perbedaan antara virus dan worm belum jelas. Pada dasarnya istilah worm digunakan untuk menggambarkan kode yang menyerang system jaringan sedangkan virus adalah program yang menggandakan dirinya dalam suatu komputer . Tujuan utama worm adalah menggandakan diri . Pada mulanya digunakan untuk mengerjakan tujuan tertentu dalam manajemen, namun kemampuan mereka menggandakan diri disalahgunakan oleh hacker yang menciptakan worm berbahaya yang dapat menyebar luas dan juga dapat mengeksploitasi kelemahan system operasi dan melakukan perusakan . Bisa juga perusakan dilakukan dengan memasukkan program yang tidak berbahaya dan sah tetapi di dalamnya terdapat kode jahat ( malicious code ) tersenbunyi yang disebut Trojan horse . Trojan horse merupakan pintu masuk dari virus dan worm ke komputer atau jaringan komputer . Trojan horse dapat menambah, mengurangi, atau mengubah data atau instruksi pada sebuah program, sehingga program tersebut selain menjalankan tugas yang sebenarnya juga akan melaksanakan tugas lain yang tidak sah . Trojan horse juga dapat membuat data atau instruksi pada sebuah program menjadi tidak terjangkau, sehingga data atau instruksi itu dapat hilang untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .

Contoh : Programmer suatu bank telah mengubah program sehingga perhitungan bunga nasabah bank akan dikurangi beberapa sen untuk dimasukkan ke dalam rekening bank milik programmer. Para korban biasanya tidak menyadari kecurangan yang dilakukan programmer tersebut . Biasanya para nasabah selalu kesulitan dalam menghitung bunga uangnya, apalagi hasil perhitungannya selisih beberapa sen saja , mereka biasanya tidak peduli .

 

c. Kejahatan komputer non kekerasan lainnya ( other nonviolent cybercrimes )

1. Iklan internet prostitusi  ( cyber prostitute Ads )

2. Perjudian di internet ( cybergambling )

3. Penjualan obat dan narkotika di internet ( cyber drugs sales )

4. cyberlaundering ( menyembunyikan uang yang diperoleh dari suatu perbuatan illegal ) . Pencucian uang ataumoney laundering yaitu memproses uang kotor/haram menjadi asset yang sah atau investasi dengan cara melalui berbagai transaksi untuk menyamarkan darimana sebenarnya uang itu berasal dan membuatnya seolah olah berasal dari sumber yang legal .

Menurut Robinson ( 1994 ), Proses pencucian uang meliputi 3 tahap :

·         Placement ( penempatan ) : proses awal menempatkan uang hasil kejahatan ke  sumber yang legal, misalnya rekening bank .

·         Layering : proses memindahkan asset ke dalam berbagai transaksi untuk menyamarkan siapa pemilik dan darimana sumber uang haram tersebut.

·         Integration : Memasukkan uang tersebut ke dalam berbagai kegiatan ekonomi untuk menghilangkan keaslian sumber uang haram tersebut  ( Grabosky dan Smith, 1998:175 )

 

5. Cybercontraband : Kejahatan cyber yang berkaitan dengan data yang dilarang untuk dimiliki atau dikirimkan kepada masyarakat luas . Misal : software yang dirancang untuk memecahkan kode pengaman suatu software yang diproteksi sesuai dengan haki yang dimiliki oleh pemilik atau perusahaan pembuat atau pemilik software tersebut . Software semacam ini dilarang karena melanggar hak dari pembuat atau pemilik software tersebut ..

 

CYBERLAW

Oleh karenanya untuk menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di Indonesia perlu adanya Cyber Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan siber (kejahatan dunia maya melalui jaringan internet), yang dalam Hukum Internasional terdapat 3 jenis Yuridis yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan undang-undang, (The Juridicate to Enforce) Yuridis untuk menghukum dan (The Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk menuntut.

 

The Jurisdiction to Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :

a.       Asas Subjective Territorial yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat pembuatan dan penyelesaian tindak pidana dilakukan di Negara lain,

b.      Asas Objective Territorial yaitu hukum yang berlaku adalah akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak kerugian bagi Negara yang bersangkutan,

c.       Asas Natonality adalah hokum berlaku berdasarkan kewarganegaraan pelaku,

d.      Asas PassiveNatonality adalah Hukum berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban,

e.       Asas Protective Principle adalah berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya,

f.       Asas Universality adalah yang berlaku untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang dianggap sangat serius seperti pembajakan dan terorisme (crime against humanity).

Refrensi :

-          http://eviretno.dosen.narotama.ac.id/2011/04/CYBERLAW-MODUL