CYBERLAW
Pesatnya
perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari
semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi .
Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan
komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut
dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan
kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk
jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Meskipun
infrastruktur di bidang teknologi informasi di Indonesia tidak sebanyak
negara-negara lain, namun bukan berarti Indonesia
lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Menurut
pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di
Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti;
pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa
oleh pemerintah dan swasta.
Perkembangan teknologi informasi
termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan
hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk
dapat menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan
perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal
oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau
mungkin hal yang sebaliknya.
Cyberlaw mungkin dapat diklasifikasikan
sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek; seperti aspek
pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak Kekayaan
Intelektual.
Ruang lingkup yang cukup luas ini
membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi.
Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan
untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan
kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan
tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber
crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional
berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
Organized Crime (Palermo
convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi
ASEAN tanggal 20 Desember 1997 di Manila. Jenis-jenis
kejahatan yang termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah
:
1.
Cyber-terrorism :
National Police Agency
of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai electronic attacks
through computer networks against critical infrastructure
that have potential critical effect on social and economic activities of
the nation.
2.
Cyber-pornography :
Penyebaran
obscene materials termasuk pornografi, indecent exposure, dan child
pornography.
3.
Cyber Harrasment :
Pelecehan
seksual melalui email, website atau chat programs.
4.
Cyber-stalking :
Crimes
of stalking melalui penggunaan computer dan internet.
5.
Hacking :
Penggunaan
programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6.
Carding (credit card fund) :
Carding
muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit
tersebut secara melawan hukum.
Dari
kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap
tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah
banyak terjadi.
Ada beberapa ruang lingkup cyberlaw yang
memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;
1. Kriminalisasi Cyber Crime atau
kejahatan di dunia maya.
Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah
banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan
yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas,
kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi.
Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne
bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya .
Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor
kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan
merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan
sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
2.
Aspek Pembuktian.
Saat ini sistem pembuktian hukum di
Indonesia (khusunya dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal istilah bukti
elektronik/digital (digital evidence) sebagai bukti yang sah menurut
undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara
akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek
perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan
rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi untuk aspek
pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu
perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum
delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga
perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
3.
Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace
Termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak
Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang,
sirkuit terpadu, dan lain-lain.
4.
Standardisasi di bidang telematika.
Penetapan standardisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan
kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.
5.
Aturan-aturan di bidang E-Bussiness
Termasuk didalamnya perlindungan
konsumen dan pelaku bisnis.
6.
Aturan-aturan di bidang E-Government.
Apabila E-Government di Indonesia telah
terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat
menjadi lebih baik.
7.
Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan
teknologi informasi.
8.
Yurisdiksi hokum.
Cyberlaw tidak akan berhasil
jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur
cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar
negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas
mutlak diperlukan.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam
rangka memberikan payung hukum ruang cyber dengan mengesahkan Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU no 11 th 2008 tentang ITE) pada tgl 21 April 2008.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni;masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas
perdagangan secara e-comerce, azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan
perlindungan konsumen, azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum
Internasional serta azas Cyber Crime .
Di tingkat Internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa melalui komisi khususnya, The United Nations Commissions on
International Trade Law (UNCITRAL), telah mengeluarkan 2 guidelines yang
terkait dengan transaksi elektronik, yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce with Guide to Enactment 1996 dan UNCITRAL Model Law on Electronic
Signature with Guide to Enactment 2001. Sedangkan di Uni Eropa, dalam upaya
mengantisipasi masalah-masalah pidana di cyberspace, Uni Eropa mengadakan
Convention on Cybercrime yang didalamnya membahas jenis-jenis kejahatan apa saja yang dikategorikan sebagai cyber crime. Di bdiang
perdagangan elektronik, Uni Eropa mengeluarkan The General EU Electronic
Commerce Directive, Electronic Signature Directive, dan Brussels Convention on
Online Transactions. Aturan-aturan serupa juga dikeluarkan lembaga-lembaga
internasional seperti WTO, ASEAN, APEC dan OECD .
Untuk negara-negara berkembang,
Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades,
Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang
cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu telah meratifikasi Convention on
Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime
concerning the criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature
committed through computer system.
Indonesia masih
tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi
jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat
hukum lengkap di bidang cyberlaw.
Untuk membangun
pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber
(internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan
yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum yang adaptable
terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang
komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum
dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat
laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan
instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan
Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif tentang
cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu saja
harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam
menyusun produk-produk cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari
pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah
peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai
dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani
masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw
mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang
berkualitas dan ahli di bidangnya.
CYBERCRIME
DAN CYBERLAW
Cybercrime dapat diartikan sebagai kegiatan illegal
dengan perantara computer atau peralatan lainnya teknology yang mendukung
sarana teknology seperti handphone,smartphone dan lainnya yang dapat dilakukan
melalui jaringan elektronik global, atau suatu upaya memasuki/ menggunakan
fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa
menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau
digunakan tersebut atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media
elektronik internet (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan
dibidang komputer, dan terdapat difinisi yang lain yaitu sebagai kejahatan
komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup
segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik
internet.
Dengan demikian Cyber Crime merupakan
suatu tindak kejahatan didunia alam maya, yang dianggap betentangan atau
melawan undang-undang yang berlaku.
Perbedaannya dengan
kejahatan konvensional dapat dilihat dari dari kemampuan serbaguna yang
ditampilkan akibat perkembangan informasi dan technology komunikasi yang
semaken canggih .
Contoh
:
komunikasi melalui internet membuat pelaku kejahatan lebih mudah beraksi
melewati batas Negara untuk melakukan kejahatannya tersebut. Internet juga
membuat kejahatan semaken terorganisir dengan kecanggihan technology guna
mendukung dan mengembangkan jaringan untuk perdagangan obat, pencucian uang,
perdagangan senjata illegal , penyelundupan , dll.
Konggres PBB ke 10 mengenai pencegahan kejahatan dan
penanganan pelaku tindak pidana, yang membahas isu mengenai kejahatan yang
berhubungan dengan jaringan computer, membagi cybercrime menjadi 2 kategori :
1. Cybercrime dalam
arti sempit ( computer crime ): setiap perilaku ilegal
yang ditujukan dengan sengaja pada operasi elektronik yang menargetkan system
keamanan computer dan data yang diproses oleh system computer tersebut , atau
singkatnya tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan technology yang
canggih .
2. Cybercrime dalam
arti luas ( computer related crime atau kejahatan yang
berkaitan dengan computer ) : setiap perilaku illegal yang dilakukan dengan
maksud atau berhubungan dengan system computer atau jaringan , atau singkatnya
tindak pidana apa saja yang dilakukan dengan memakai computer ( hardware dan
software ) sebagai sarana atau alat, computer sebagai objek baik untuk
memperoleh keuntungan atau tidak, dengan merugikan pihak lain.
KARAKTERISTIK
CYBERCRIME
1. Karena kecanggihan cyberspace , kejahatan dapat dilakukan dengan cepat bahkan
dalam hitungan detik .
2. Karena cyberspace
tidak terlihat secara fisik, maka interaksi baik individu maupun kelompok terjadi,
sehingga pemikiran yang dianggap illegal diluar dunia cyber dapat disebarkan ke
masyarakat melalui dunia cyber.
3. Karena dunia cyber
yang universal, memberikan kebebasan bagi seseorang mempublikasikan idenya
termasuk yang illegal seperti muncul bentuk kejahatan baru, seperti
cyberterrorism.
4. Karena cyberspace
tidak dalam bentuk fisik, maka konsep hokum yang digunakan menjadi kabur. Misalnya konsep batas wilayah Negara dalam system penegakan hokum suatu
Negara menjadi berkurang karena keberadaan dunia cyber dimana setiap orang
dapat berinteraksi dari berbagai tempat di dunia.
5. Karena dilakukan di
dunia maya atau non fisik, maka tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau
dokumen fisik dalam bentuk kertas ( paperless ), akan
tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringannya tersebut
dalam bentuk data atau informasi digital ( log files )
Keberadaan dunia cyber sekarang menjadi urusan dunia
internasional dan bukan hanya menjadi urusan domestic suatu Negara lagi, karena
pengaruh yang ditimbulkan dapat menimpa siapa saja ,
kapan saja dan dimana saja . Misal penyebaran virus “ I Love You “ pada tahun 2000 yang meluas ke
45 juta system jaringan di dunia dan membuat kerugian sekitar 10 milyard dollar
US ( Schmidt, 2006: 123-124 ). Hal tersebut menandakan bahwa
cybercrime bersifat global dalam artian akibat yang ditimbulkan tidak terbatas
dalam satu wilayah suatu Negara saja.
Dengan menggunakan technology computer dan komunikasi , dalam hal ini jaringan komputer melalui media
internet , cybercrime dapat dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah dengan
korbannya . Bahkan korban dan pelaku cybercrime dapat berasal dari negara yang berbeda . Sehinnga cybercrime seringkali bersifat borderless
( tanpa batas wilayah ) bahkan transnasional ( lintas
batas Negara ). Disamping itu cybercrime tidak meninggalkan jejak berupa
catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas ( paperless
), akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringannya
tersebut dalam bentuk data atau informasi digital ( log files ) . Karekteristik
karateristik inilah yang membedakan cybercrime dengan jenis kejahatan lainnya
yang bersifat konvensional .
PERBEDAAN
ANTARA CYBERCRIME DENGAN KEJAHATAN KONVENSIONAL
Cybercrime
1. Terdapat penggunaan
technology informasi
2. Alat bukti digital
3. Pelaksanaan kejahatan : non fisik ( cyberspace )
4. Proses penyidikan
melibatkan laboratorium forensic komputer
5. Sebagian proses
penyidikan dilakukan : virtual undercover
6. Penanganan komputer
sebagai TKP ( crime scene )
7. Dalam proses
persidangan, keterangan ahli menggunakan ahli TI .
Kejahatan
konvensional
1. Tidak ada penggunaan
TI secara langsung
2. Alat bukti : bukti fisik ( terbatas menurut pasal 184 KUHAP )
3. Pelaku dan korban
biasanya berada dalam satu tempat
4. Pelaksanaan
penyidikan melibatkan laboratorium komputer
5. Proses penyidikan
dilakukan di dunia nyata
6. Tidak ada penanganan
komputer sebagai TKP
7. Dalam proses
persidangan, keterangan ahli tidak menggunakan ahli TI
Kategorisasi cybercrime
1. Kejahatan dengan
kekerasan atau secara potensial mengandung kekerasan seperti : cyberterrorism (
teroris internet ), assault by threat ( serangan dengan ancaman ),
cyberstalking ( penguntitan di internet ) dan child pornography ( pornografi
anak ) .
2. Kejahatan komputer
tanpa kekerasan , meliputi : cybertrepass ( memasuki jaringan komputer tanpa
adanya otorisasi atau wewenang tapi tidak merusak data di jaringan komputer
tersebut ), cybertheftau pencurian dengan komputer atau jaringan ),cyberfraud (
penipuan di internet ),destructive cybercrime ( kegiatan yang mengganggu
jaringan pelayanan ) dan other nonviolent cybecrime
Contoh contoh kategori cybercrime
:
a. Dengan kekerasan
atau potonsial mengandung kekerasan :
1. Terorisme internet (
cyberterrorism ): situs anshar.net , situs yang digunakan oleh kelompok teroris Noordin.M.Topuntuk menyebar
luaskan paham terorisme , yang didalamnya termuat cara cara melakukan terror, seperti
melakukan pengeboman, menentukan lokasi terror , mengenali jenis jenis bahan
bahan peledak dan senjata. Selain itu situs ini juga menyebarkan orasi Noordin
M.Top serta penayangan adegan pelaku bom bunuh diri .
2. Serangan dengan ancaman (
assault by threat ) : Dilakukan dengan email, dimana pelaku membuat
orang takut dengan cara mengancam target atau orang yang dicintai target .
3. Penguntitan di
internet ( cyberstalking ) : Pelecehan seksual melalui
internet yang menciptakan ketidaknyamanan dapat berkembang menjadi ancaman fisik
dan menciptakan trauma mendalam pada diri korban . Ancaman tersebut dapat
meningkat menjadi penguntitan di dunia nyata dan perilaku kekerasan
.
4. Pornografi anak ( Child
Pornography ) : ini adalah suatu bentuk kejahatan , karena kekerasan seksual terhadap
anak-anak dilakukan untuk menghasilkan materi pornografi dan karena orang
orang-orang yang tertarik melihat materi-materi ini sering kali tidak cukup
membatasi ketertarikan mereka hanya pada gambar-gambar dan khayalan saja
,tetapi juga melakukannya dengan secara nyata , seperti pedofilia .
b. Tidak mengandung kekerasan :
1. Cybertrespass,
Pelaku gemar mengamati program yang ada di system di komputer orang lain dan
website yang dikunjungi orang lain .Walaupun tidak dapat dibuktikan adanya
kerusakkan atau kerugian , pelaku ini dapat dikenakan
tindak pidana karena telah memasuki suatu system komputer tanpa ijin pemilik .
·
Joykomputing,
adalah orang yang menggunakan komputer dengan tidak sah tanpa ijin dan menggunakannya
melampaui wewenang yang diberikan .
·
Cyber
infringements of privacy .
Selain memasuki tanpa ijin, kejahatan ini biasa ditujukan terhadap informasi
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi secara
computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan
korban secara materiil maupun immaterial , seperti nomer kartu kredit ,PIN ATM
, cacat atau penyakit tersembunyi, dan sebagainya. Kejahatan seperti ini dalam
dunia perbankan dikenal dengan istilah typo site. Pelaku kejahatan membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs asli dan
membuat alamat yang mirip dengan situs asli.
Pelaku menunggu kesempatan jika ada korban salah mengetikkan alamat dan
tersesat di situs palsu buatannya. Jika hal ini terjadi maka pelaku akan
memperoleh informasi user ID dan password korbannya ,
dan dapat dimanfaatkan untuk merugikan korban .
2. Cybertheft ,
beberapa kegiatan yang dikategorikan cybertheft : embezzlement ( penggelapan
uang atau property yang dipercayakan orang lain kepada pelaku melalui komputer, karyawan dapat
memanipulasi data melalui komputer ), unlawfulappropriation ( pelaku tidak
mendapat kepercayaan terhadap barang berharga tersebut , namun pelaku
memperoleh akses dari luar organisasi dan mentransfer dana, serta mengubah
dokumen sehingga pelaku berhak atas property yang sebenarnya tidak ia miliki ),
corporate/ industrial espionage ( mencuri rahasia dagang ), plagiat ( pencurian
hasil kerja orang lain ), pembajakan( piracy) mengcoppy secara tidak sah
perangkat lunak seni,film, music atau apapun yang dilindungi dengan hak cipta
), identity theft ( tindakan pelaku menggunakan komputer untuk mendapatkan data
pribadi korban agar dapat digunakan untuk melakukan kejahatan ), DNS cache poisoning ( melakukan pencegatan untuk
menyusup memasuki isi DNS cache komputer guna mengubah arah transmisi jaringan
ke server pelaku ), data diddling ( pengubahan data sebelum dan atau setelah
data dimasukkan/input dan atau dikeluarkan/input ) , electronic piggybackin (
menyembunyikan terminal atau alat penghubung ke dalam system komputer secara
diam diam, agar ketika komputer tidak digunakan, melalui terminal tersebut data
bisa dipelajari dan ditransfer untuk kemudian dicuri ), teknik salami,(
penggelapan uang nasabah dengan tidak terlalu banyak pada bank), penyalahgunaan kartu kredit dan kartu debet,
kebocoran data ( data leakage ) yaitu pembocoran data rahasiayang dilakukan
dengan cara menulis data rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu ,
sehingga data dapat dibawa keluar tanpa diketahui pihak berwenang .
3. Cyberfraud ( penipuan di internet )
E-commerce membuka
peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan .
4. Destructive cybercrimes , semua kegiatan yang menggangu jaringan
pelayanan . Data dirusak dan atau dihancurkan , bukan
dicuri atau disalahgunakan, seperti : hacking ke dalam jaringan dan menghapus
data atau program files, hacking ke dalam web server dan melakukan perusakan
pada webpage. Dalam dunia perbankan , tindakan
tersebut dinamakan denial of service, dilakukan dengan cara mengirimkan data
dalam jumlah yang sangat besar dengan maksud untuk melumpuhkan atau merusak
system sasaran . Setelah memasuki system , hacker
dapat menyebarkan virus yaitu program yang dapat merusak jaringan komputer .
Adapula worm, yaitu program yang dapat berpindah melalui jaringan dari komputer
yang satu ke komputer yang lain . Worm dapat
menggandakan dirinya dan menyebar melalui suatu jaringan .
Perbedaan antara virus dan worm belum jelas. Pada
dasarnya istilah worm digunakan untuk menggambarkan kode yang menyerang system
jaringan sedangkan virus adalah program yang menggandakan dirinya dalam suatu komputer . Tujuan utama worm adalah menggandakan diri . Pada mulanya digunakan untuk mengerjakan tujuan
tertentu dalam manajemen, namun kemampuan mereka menggandakan diri disalahgunakan
oleh hacker yang menciptakan worm berbahaya yang dapat menyebar luas dan juga
dapat mengeksploitasi kelemahan system operasi dan melakukan perusakan
. Bisa juga perusakan dilakukan dengan memasukkan program yang tidak
berbahaya dan sah tetapi di dalamnya terdapat kode jahat (
malicious code ) tersenbunyi yang disebut Trojan horse . Trojan horse
merupakan pintu masuk dari virus dan worm ke komputer atau jaringan komputer . Trojan horse dapat menambah, mengurangi, atau
mengubah data atau instruksi pada sebuah program, sehingga program tersebut
selain menjalankan tugas yang sebenarnya juga akan melaksanakan tugas lain yang
tidak sah . Trojan horse juga dapat membuat data atau
instruksi pada sebuah program menjadi tidak terjangkau, sehingga data atau
instruksi itu dapat hilang untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .
Contoh
:
Programmer suatu bank telah mengubah program sehingga perhitungan bunga nasabah
bank akan dikurangi beberapa sen untuk dimasukkan ke dalam rekening bank milik
programmer. Para korban biasanya tidak menyadari kecurangan yang dilakukan
programmer tersebut . Biasanya para nasabah selalu
kesulitan dalam menghitung bunga uangnya, apalagi hasil perhitungannya selisih
beberapa sen saja , mereka biasanya tidak peduli .
c. Kejahatan komputer
non kekerasan lainnya ( other nonviolent cybercrimes )
1. Iklan internet prostitusi ( cyber
prostitute Ads )
2. Perjudian di
internet ( cybergambling )
3. Penjualan obat dan
narkotika di internet ( cyber drugs sales )
4. cyberlaundering
( menyembunyikan uang yang diperoleh dari suatu perbuatan illegal ) . Pencucian
uang ataumoney laundering yaitu memproses uang kotor/haram menjadi asset yang
sah atau investasi dengan cara melalui berbagai transaksi untuk menyamarkan
darimana sebenarnya uang itu berasal dan membuatnya seolah olah berasal dari
sumber yang legal .
Menurut Robinson ( 1994 ), Proses pencucian uang meliputi 3 tahap :
·
Placement ( penempatan
) : proses awal menempatkan uang hasil kejahatan ke sumber yang legal, misalnya rekening bank .
·
Layering :
proses memindahkan asset ke dalam berbagai transaksi untuk menyamarkan siapa
pemilik dan darimana sumber uang haram tersebut.
·
Integration : Memasukkan uang tersebut
ke dalam berbagai kegiatan ekonomi untuk menghilangkan keaslian sumber uang
haram tersebut ( Grabosky dan Smith,
1998:175 )
5. Cybercontraband
: Kejahatan cyber yang berkaitan dengan data yang dilarang untuk
dimiliki atau dikirimkan kepada masyarakat luas . Misal :
software yang dirancang untuk memecahkan kode pengaman suatu software yang
diproteksi sesuai dengan haki yang dimiliki oleh pemilik atau perusahaan
pembuat atau pemilik software tersebut . Software semacam ini dilarang karena
melanggar hak dari pembuat atau pemilik software tersebut ..
CYBERLAW
Oleh karenanya untuk
menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di Indonesia perlu adanya Cyber
Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan siber (kejahatan dunia maya melalui
jaringan internet), yang dalam Hukum Internasional terdapat 3 jenis Yuridis
yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan undang-undang,
(The Juridicate to Enforce) Yuridis untuk menghukum dan (The Jurisdiction to
Adjudicate)Yuridis untuk menuntut.
The Jurisdiction to
Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :
a.
Asas Subjective Territorial yaitu
berlaku hukum berdasarkan tempat pembuatan dan penyelesaian tindak pidana
dilakukan di Negara lain,
b.
Asas Objective Territorial yaitu hukum
yang berlaku adalah akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak
kerugian bagi Negara yang bersangkutan,
c.
Asas Natonality adalah hokum berlaku
berdasarkan kewarganegaraan pelaku,
d.
Asas PassiveNatonality adalah Hukum
berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban,
e.
Asas Protective Principle adalah
berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan
Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya,
f.
Asas Universality adalah yang berlaku
untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang dianggap sangat serius seperti
pembajakan dan terorisme (crime against humanity).
Refrensi
:
-
http://eviretno.dosen.narotama.ac.id/2011/04/CYBERLAW-MODUL